Jejak Perjuangan Pangeran Diponegoro

(bc9) Penangkapan Pangeran Diponegoro  mengakhiri  Perang Diponegoro / Perang Jawa (1825-1830) yang meletus mulai bulan Juli 1825. 

Jenderal De Koch berhasil membujuk Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang, Jawa Tengah, dan menangkapnya.

Pangeran Diponegoro yang di akhir perlawanannya mengalami penderitaan fisik: tiga bulan terpojok di hutan Begelen, Purworejo dengan wajah rusak akibat demam malaria dan hanya ditemani dua pengawal setia, tidak melawan. 
Diponegoro hanya diam saat kompeni Belanda dengan tergesa-gesa membawanya ke Batavia atau Jakarta, tempat kedudukan utama Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Jawa. 

Diponegoro dikurung di Balai Kota, bukan dijebloskan ke dalam ruang penjara , dia berada dalam ruangan yang terletak di lantai pertama dengan pemandangan halaman Balai Kota. “Penguasa kolonial memperlakukan Pangeran Diponegoro dengan penuh rasa hormat,” tulis Harm Stevens dalam buku Yang Silam Yang Pedas, Indonesia dan Belanda Sejak Tahun 1600.  
 
Adrianus Johannes Bik / Jan Bik. 
Ia seorang pejabat di lembaga kehakiman pemerintahan Kolonial Belanda.  
Dulu berawal dari juru gambar pemerintah kolonial Hindia Belanda ,lalu ia berhasil menduduki jabatan Asisten Residen Kepolisian untuk wilayah Batavia dan sekitarnya. 
Sejak tahun 1828, kariernya meningkat menjadi seorang baljuw atau hakim daerah, yakni sebuah jabatan yang ada sejak zaman VOC, yang kedudukannya setara dengan Residen.
Secara kedinasan Jan Bik lah yang  memikul tanggung jawab atas masa kurungan Diponegoro di Batavia.
 
Melihat kehadiran Pangeran Diponegoro di Balai Kota, jiwa seniman Jan Bik terpantik.
Tergerak hati  ia menyiapkan pensil dan selembar kertas untuk membuat sketsa lukisan figurnya. 
Diponegoro memenuhi apa yang menjadi keinginan Jan Bik , dia duduk di atas kursi dengan lengan kiri bertumpu pada sandaran, dengan posisi  berhadapan dengan Jan Bik yang berjarak dekat.

Sosok Pangeran Diponegoro perlahan tapi pasti berhasil dibuat sketsa di atas kertas putih . 
Dia sanggup menggambar wajah Pangeran Diponegoro secara akurat. Wajah Diponegoro berparas halus dengan sorot dua bola mata yang menatap tajam, gestur memancarkan martabat. 
Sementara pakaian Diponegoro, yakni kebaya yang ditutup kancing dan jas longgar yang disampirkan di bahu, kemudian keris terselip pada selempang berhias sulaman serta kepala tertutup serban dengan ujung tergantung di atas bahu kiri, ia tuntaskan dalam sketsa kasar.       

Pada antara masa tanggal  8 April - 4 Mei tahun 1830 itu, Jan Bik berhasil menuntaskan gambar sketsa Diponegoro separuh badan.
 Ia menuliskan dua judul di sebelah kiri bawah dan tengah lukisan: A.J. Bik, digambar dari model hidup, Batavia 1830 dan Diponegoro, kepala para pemberontak di Jawa.

Pada tahun 1898 atau 68 tahun kemudian, Jan Bik yang beralamat tinggal di Batavia menghadiahkan album bersampul kain linnen merah kepada Rijksmuseum di Amsterdam Belanda. 
Album itu berisi 98 lembar halaman yang tertempel 74 gambar dan beberapa litografi.
Salah satu gambar yang tertempel itu dan menjadi gambar terpenting adalah lukisan sketsa wajah pangeran Diponegoro yang sedang duduk di kursi dengan sorot mata yang tajam terjadi saat Sang Pangeran dikurung tentara Kolonial Belanda di Balai Kota Batavia.

“Sketsa pensil dari seorang pria, yang digambarkan hanya separuh badan: dia duduk di atas kursi,” tulis Harm Stevens dalam Yang SilamYang Pedas, Indonesia dan Belanda Sejak Tahun 1600.

(Dari Berbagai sumber)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama